Minggu, 06 Februari 2011

Penerbit Bebas Ajukan Buku untuk Dinilai

Jakarta -- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) memberikan kebebasan kepada penerbit mengajukan bukunya untuk dinilai kelayakannya. Penilaian dilakukan tim independen melalui proses evaluasi. Setelah ditetapkan layak, buku tersebut dapat dimanfaatkan sebagai buku pengayaan di sekolah.



Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh saat memberikan keterangan pers di Kemdiknas, Jakarta, Jumat (4/2/2011). Menurut dia, setidaknya ada dua pertimbangan penerbit dalam mengajukan bukunya untuk dinilai.



Pertama, dari sisi substansi dan kedua dari sisi kelayakan bisnis. "Tidak ada larangan, siapa pun penerbitnya boleh mengajukan. Apapun judulnya dan mengajukan siapa pun sebagai figur utamanya. Itu kita bebaskan sepenuhnya," katanya. "Monggo, tidak masalah kalau ada penerbit yang mengajukan tokoh x,y, terus diajukan lolos, ya kita tawarkan."



Hadir pada acara Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdiknas Suyanto, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdiknas Diah Harjanti, dan Anggota Tim Penilai Buku Bana Kartasasmita dari Institut Teknologi Bandung, dan Siti Rohmah Nurhayati dari Universitas Negeri Yogyakarta.



Mendiknas menyebutkan, buku pengayaan atau nonteks pelajaran di sekolah meliputi pengayaan pengetahuan, keterampilan, kepribadian, buku referensi, dan panduan pendidik. Penilaian buku pengayaan berbeda dengan penilaian pada buku teks pelajaran yang harus merujuk kurikulum.



Selama 2006-2010 jumlah buku nonteks pelajaran yang didaftarkan penerbit sebanyak 27.029 judul. Setelah dinilai, jumlah buku yang layak digunakan sebanyak 2.403 judul terdiri atas 1.342 buku pengetahuan, 346 buku keterampilan, 248 buku kepribadian, 179 buku referensi, dan 168 panduan pendidik. "Pilihannya banyak dan memenuhi uji tim independen," kata Menteri Nuh.



Bana menyampaikan, buku pengayaan ditujukan untuk membantu pembaca agar gemar membaca dan menumbuhkan rasa ingin tahu. Buku nonteks pelajaran juga harus memiliki ciri keindonesiaan, tidak mengandung unsur SARA, dan dapat dibaca lintas kelas. " Buku itu juga disesuaikan dengan pertumbuhan psikologis anak dalam proses belajar," katanya.



Sedangkan Siti menyampaikan, terkait Buku Seri SBY yang beredar di sekolah, buku tersebut termasuk 30 buku yang dinilainya. Penilaiannya di antaranya meliputi pengembangan kepribadian, motivasi, dan kerja keras. "Saya nilai buku layak dari sisi pengembangan kepribadian. Dari bahasa cukup runtut dan mudah diikuti. Sementara dari penyajian ilustrasi, tampilan, sampul dan sebagainya, semuanya di atas ambang kelayakan dengan kelayakan berbeda-beda," katanya. (agung)